Selamat malam ... Berkah Dalem Gusti
...
Sebenarnya untuk pengantar tulisan
ini, aku ingin membahas tentang Ekaristi. Namun, aku bukan seorang rohaniwati
atau katekis. Aku juga tak pernah belajar mendalami ilmu Teologi secara khusus.
Aku sudah mencoba menyusun kalimat, tapi rasanya kurang mantap dan mendalam.
Jadi, daripada banyak kesalahan lebih baik tidak kutuliskan saja. Di sini aku
hanya akan berbagi beberapa pengalaman pribadi saat mengikuti Ekaristi.
|
(c) Shutterstock.com |
PENGALAMAN
1 :
Sore itu hujan turun dengan sangat
deras mengiringi perjalananku menuju gereja untuk mengikuti Misa Jumat Pertama.
Sesampainya di gereja pun hujan masih belum berhenti. Karena sebagian pakaianku
basah aku merasa kedinginan.
Seperti biasanya, bangku-bangku
masih banyak yang kosong karena umat yang mengikuti Misa Jumat Pertama tidak
sebanyak Misa Mingguan. Aku celingak-celinguk memilih tempat duduk dan akhirnya
aku memutuskan untuk duduk di sebuah bangku kosong di bagian tengah gereja. Di bangku
sepanjang sekitar 2,5 meter itu aku duduk seorang diri.
Misa pun dimulai. Di luar hujan
masih terus mengguyur. Udara semakin rendah suhunya. Hal yang kukhawatirkan pun
terjadi. Alergi dinginku kambuh! Haduuhh... lagi-lagi aku harus mengikuti misa
dengan hidung tersumbat, bersin-bersin, dan pilek. Sungguh kondisi yang sangat
tidak kondusif. Aku merasa sangat tidak nyaman. Akibatnya, aku tidak
berkonsentrasi mengikuti misa.
Sambil sayup-sayup mendengar suara
romo yang memimpin misa, aku memutuskan untuk berdoa dalam hati, “Tuhan, aku kedinginan. Tolong berikan
kehangatan dan sembuhkan alergi dinginku”. Beberapa detik kemudian tiba-tiba
ada serombongan umat datang terlambat. Mungkin sekitar 4 – 5 orang. Mereka
datang tergopoh-gopoh lalu duduk di sampingku sehingga bangku itu menjadi
penuh. Tiba-tiba aku merasakan suhu di sekitarku menjadi hangat karena suhu
tubuh beberapa orang tersebut. Yang membahagiakan adalah seiring dengan
kenaikan suhu di sekitarku alergiku perlahan mulai sembuh. Dan benar, tak lama
setelah kejadian itu alergiku sembuh. Aku bisa bernapas lega, tidak pilek lagi,
dan bisa mengikuti misa dengan khidmat sampai selesai. ^_^
Terima kasih, Tuhan ... jawaban doa
yang Kau berikan sungguh tak terduga ...
PENGALAMAN
2 :
Pada musim hujan hampir setiap sore
hujan deras mengguyur daerah tempat tinggalku. Hal tersebut juga terjadi pada
sore saat Misa Jumat Pertama akan diadakan. Singkat cerita, lagi-lagi aku
kehujanan saat berangkat ke gereja dan hujan terus mengguyur saat misa
berlangsung.
Kisah berikutnya pun hampir sama.
Aku duduk di bangku kosong sendirian. Cerobohnya, aku duduk tepat di bawah
kipas angin yang dihidupkan. Pada saat misa dimulai aku merasa baik-baik saja.
Dalam hati aku berharap alergiku tidak kambuh. Namun, ternyata harapanku
meleset. Semakin lama duduk di situ aku semakin kedinginan dan gejala alergiku mulai
muncul. Aku berniat untuk pindah tempat duduk, tapi aku urungkan niatku karena
sungkan. Ingin mematikan kipas angin sungkan juga karena tombol pengontrolnya
jauh dari tempat dudukku. Lalu aku menjalankan strategi ampuhku : berdoa. Dalam
hati aku mulai berdoa, “Tuhan,
sembuhkanlah alergi dinginku”. Aku berharap jawaban doa ajaib seperti yang
terjadi dalam misa sebelumnya kembali terjadi.
Aku menunggu reaksi Tuhan. Satu
menit. Belum ada reaksi. Aku masih pilek. Tidak ada orang yang datang untuk
duduk di sampingku. Dua menit. Belum ada reaksi. Justru aku semakin pilek. Tiga
menit ... empat menit ... lima menit ... sampai belasan menit. Tetap tidak ada
reaksi. Aku semakin tersiksa dengan kondisiku. Aduh Tuhan, kenapa Kau tidak
menjawab doaku? Lalu kuulangi lagi doaku,“Tuhan,
sembuhkanlah alergi dinginku”.
Tibalah saat untuk menerima Komuni.
Aku maju menyambut hosti lalu kembali ke tempat dudukku dan berdoa sebentar. Kemudian
saat kubuka mataku aku melihat seorang umat yang duduk di bangku yang jauh dari
bangkuku, berdiri dan berjalan ke arah tombol pengontrol kipas angin. Orang itu
memutarnya dan ... tadaaa! Kipas angin yang berada di langit-langit tepat di
atas tempat dudukku berhenti berputar. Udara terasa semakin hangat. Alergiku pun
sembuh. v(^.^)
Aku tidak mengenal orang itu dan aku
tidak berbicara padanya. Mungkin Tuhan yang menggerakkanya untuk mematikan
kipas angin itu.
Terima kasih, Tuhan ... jawaban doa
yang Kau berikan sungguh tak terduga ...
PENGALAMAN
3 :
Aku mengidap penyakit maag kronis
sejak beberapa tahun yang lalu. Apabila kambuh, aku sering merasakan perih di
lambungku, sakit seperti ditusuk-tusuk, nyeri di dada kiri, bahkan sampai sesak
napas. Aku sudah menjalani berbagai pengobatan di beberapa tempat, mulai dari praktek
dokter umum, rumah sakit, praktek dokter spesialis, sampai pengobatan
alternatif. Namun, maag-ku masih sering kambuh. Pengobatan terakhir aku jalani
Oktober 2012 lalu. Saat itu aku berobat di sebuah tempat pengobatan alternatif
yang berbeda dari tempat pengobatan alternatif sebelumnya. Setelah 80 hari
mengkonsumsi 1440 pil herbal pahit dan menghindari 23 jenis makanan dan minuman
aku merasa jauh lebih baik.
Pada minggu-minggu pertama setelah
sembuh, aku merasa sangat nyaman. Aku sangat disiplin menjalankan diet dan
maag-ku tidak pernah kambuh lagi setelah itu. Namun, aku adalah manusia biasa.
Ketika perutku benar-benar nyaman aku mulai tergoda untuk sedikit tidak
disiplin terhadap dietku. Dan yang mula-mula sedikit ini lama-lama jadi
kebiasaan. Aku tidak disiplin lagi. Alhasil, maag-ku kambuh lagi.
Biasanya apabila kambuh rasa sakit
ada di perut sebelah kiri karena lambung letaknya di sebelah kiri. Anehnya,
saat itu rasa sakit seperti tertusuk-tusuk berada di sebelah kanan. Aku
berpikir jangan-jangan ususku kena radang. Aku tidak suka minum obat. Jadi, aku
biarkan saja rasa sakitku itu. Bandel ya? Selama dua hari rasa sakit itu muncul
dan menghilang. Aku jadi semakin cemas.
Hari itu Sabtu sore. Aku mengikuti
Misa Mingguan di gereja. Rasa sakit di perutku terus muncul dan menghilang. Aku
harus berdoa, pikirku. Sebelum menerima Komuni, aku berdoa, “Tuhan, sembuhkanlah sakit perutku”. Aku
terus mengulangi doa ini berkali-kali. Hatiku benar-benar kumantapkan bahwa
setelah menerima hosti aku akan sembuh. Kuyakinkan diriku sendiri bahwa Yesus
adalah dokter di atas segala dokter dan hosti yang adalah tubuhNya adalah obat
yang menyembuhkan. Sambil berjalan menyambut hosti aku terus mendaraskan doaku.
Setelah menerima hosti aku hanya
terdiam. Entah mengapa aku tidak bisa mengucapkan doa apapun. Kunikmati saja
hosti yang berjalan menyusuri saluran cernaku. Hangat dan damai. Tiba-tiba
kurasakan ada perubahan dalam tubuhku. Rasa sakit di perutku hilang! Ya, sakit
perutku sembuh. Aku sangat mengucap syukur karenanya. Tuhan benar-benar dokter
yang paling ajaib. Sejak itu aku berusaha untuk tidak mengulangi kecerobohanku
lagi, berhati-hati memilih makanan dan minuman.
Terima kasih, Tuhan ... jawaban doa
yang Kau berikan sungguh tak terduga ...
Nah, itulah beberapa pengalaman
pribadiku tentang doa-doa yang langsung dijawab Tuhan saat Ekaristi
berlangsung. Tuhan selalu menyertai kita dan tidak pernah mengabaikan doa-doa
kita. GBU :)