Kamis, 25 April 2013

LAGI-LAGI ADORASI




Akhir Maret 2009 aku mengalami perampokan saat hendak pulang dari Solo menuju rumahku. Suatu sore ketika aku menunggu bus di tepi sebuah perempatan besar, dua orang lelaki tiba-tiba mendatangiku, mengajakku bersalaman, berkenalan, dan ngobrol. Mereka mengaku sebagai penganut Kristiani dan hendak naik bus yang sama denganku. Kami mengalir dalam percakapan yang hangat. Kemudian mereka mengajakku ke sebuah gang kecil yang tidak begitu jauh dari tempat pemberhentian bus tersebut. Di gang tersebut mereka memintaku menyerahkan barang-barang berhargaku dan aku menurut saja. Lalu aku disuruh berjalan kembali ke perempatan jalan tadi. Aku pun menuruti perkataan mereka. Tiba-tiba aku tersadar bahwa aku kehilangan tas dan semua barang bawaanku, termasuk juga perhiasan yang kukenakan. Yang tersisa hanyalah pakaian dan jam tangan yang kupakai. Ternyata aku menjadi korban gendam! Ketika aku kembali ke gang tadi, kedua orang itu sudah tidak ada. Di tepi jalan aku menangis tersedu-sedu dan menjadi bahan tontonan orang. Bersyukur ada yang iba padaku. Aku diberinya uang untuk ongkos naik bus dan mengantarku ke kantor polisi terdekat. Setelah dari kantor polisi aku beranikan diri naik bus walaupun saat itu sudah sangat malam. Puji Tuhan, aku sampai di rumah dengan sehat dan selamat tanpa kurang apapun juga (Puji Tuhan, aku tidak diperkosa, dianiaya, atau dibunuh... terima kasih, Tuhan ... terima kasih, Tuhan ... walaupun barang-barang berhargaku hilang, tetapi Engkau masih melindungiku ...)

Berawal dari kisah tersebut aku mulai berurusan dengan dunia “klenik”. Untuk menenangkan kondisi psikisku yang sedang tergoncang, keluargaku bukannya mendoakan melainkan justru membawaku ke paranormal. Selama beberapa bulan aku terlibat dalam ritual-ritual magis, seperti disuruh mandi dan minum air kembang dsb. Puncaknya, aku diberi sebuah “kekuatan super” di tanganku supaya tidak ada lagi orang yang menggangguku (padahal aku maupun keluargaku tidak pernah memintanya). Sejak saat itu aku merasa menjadi orang lain yang gampang marah. Setiap marah rasanya meledak-ledak. Bahkan, pernah suatu hari saat aku marah aku spontan melempar cobek batu sampai pecah terbelah dua! Padahal aku bukan tipikal orang berangasan. Sungguh, aku sangat tersiksa dengan keadaan ini.

Bertahun-tahun aku hidup dalam kondisi itu dan sering merasakan ada kegelapan yang menyelimutiku saat mengikuti ekaristi ataupun berdoa, apalagi saat Misa Jumat Pertama. Sekitar satu tahun yang lalu, untuk pertama kalinya di parokiku diadakan Adorasi Sakramen Maha Kudus di luar Misa Jumat Pertama dan aku dengan penuh semangat mengikutinya. Aku begitu terhanyut mengikuti setiap prosesi sampai air mataku berlinang. Hatiku terasa amat sangat teduh dan damai. Saat Sakramen Maha Kudus mulai diarak dan didekatkan ke satu per satu umat, aku sangat terkejut melihat beberapa orang berteriak-teriak dan bergerak-gerak tidak karuan seperti sedang kesurupan. Mereka seperti marah dan kesakitan, bahkan ada yang mendobrak-dobrak pintu gereja. Untung para petugas yang gesit segera menenangkan mereka. Saat itu perasaanku campur-campur antara takut dan takjub.

Perarakan Sakramen Maha Kudus semakin dekat ke arahku. Aku terus berdoa dan menangis. Namun, rasanya ada kekuatan yang memaksaku untuk membuka tanganku yang terkatup. Tanganku pun kubuka sehingga aku berdoa dalam posisi kedua tangan menengadah. Tiba-tiba aku merasakan seperti ada sebuah “energi” yang tersedot keluar dari tanganku. Beberapa menit kemudian tubuhku merasa lebih ringan. Aku masih terus berdoa dan menangis saat Sakramen Maha Kudus semakin dekat denganku. Saat berada sekitar 2-3 meter di depanku, aku merasakan aura panas dan suci yang teramat mendalam. Sakramen Maha Kudus pun semakin dekat, semakin dekat, dan akhirnya berhenti di hadapanku. Aku bersujud, menyembah, tapi tak tahu harus mengatakan apa-apa. Sungguh, pengalaman batin yang luar biasa! Aku belum pernah sedekat itu dengan Sakramen Maha Kudus. Setelah Adorasi selesai aku merasakan hatiku sangaaaaaaatttt damai dan ringan.

Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku malam itu, yang jelas sejak saat itu aku tidak pernah berangasan lagi. Kalau marah ya biasa saja ... paling cuma menangis, mencoret-coret diary, atau merobek-robek kertas, seperti diriku yang dulu. Mungkin Tuhan sudah mengusir “kekuatan super” itu dari tanganku. Apapun yang Tuhan lakukan, aku sangat bersyukur. Dan aku takkan membiarkan diriku terhanyut dalam aneka “klenik” lagi. Kapok! Tidak perlu “kekuatan-kekuatan super” lagi karena memang aku bukan Superman hehehe... Biar kuasa Tuhan saja yang melindungiku dari segala bahaya. Terpujilah Tuhan!***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar