Jumat, 31 Mei 2013

BIANGLALA PASCA GEMPA



Salam sejahtera ...

Masih ingat tulisanku sebelumnya? Tulisanku kali ini ada kaitannya dengan tulisan sebelumnya. Setelah gempa 27 Mei 2006, keluarga kakekku tinggal sementara di rumahku karena rumah yang mereka tempati roboh. Trauma masih menghantui walaupun kami merasa sangat bersyukur atas mujizat Tuhan saat gempa terjadi. Belum habis rasa cemas kami akan bencana itu, Tuhan memanggil kakek ke pangkuanNya dua minggu setelah gempa. Kami sekeluarga sedih, tetapi kami tahu bahwa Dia pasti punya rencana indah di balik semua ini. Tuhan mengasihi kakek. Sekitar 3 bulan lamanya kakek menderita stroke karena kecelakaan dan tidak bisa menggerakkan seluruh anggota tubuhnya, kecuali satu tangannya. Tuhan tidak membiarkan kakek berlama-lama menderita dalam penyakitnya dan memberikan yang terbaik di sisiNya. Selain itu, Tuhan tidak mengambil kakek saat gempa terjadi sehingga bisa disemayamkan dalam suasana yang lebih kondusif.

Perasaaan sedih karena kehilangan kakek dan rumah beliau yang roboh akibat gempa sedikit banyak masih mengisi hati kami sekeluarga. Sekitar dua minggu kemudian tiba-tiba aku dihubungi oleh Bapak Pembantu Dekan (PD) 3 dari fakultasku. Aku kaget. Ada apakah gerangan? Seingatku aku tidak pernah membuat masalah apapun di kampus. Ternyata beliau menugaskan aku untuk menjadi wakil fakultas MIPA dalam kompetisi tari tingkat universitas. Aku menolaknya dengan halus dan berusaha mencari alasan karena aku merasa tidak percaya diri. Sudah lama aku tidak aktif menari sehingga otot-ototku agak kaku. Selain itu, 3 tahun sebelumnya aku pernah ikut kompetisi yang sama dan aku kalah. Namun, Bapak PD3 tidak mau dengar alasanku. Beliau tetap memaksaku untuk mengikuti kompetisi itu. Akhirnya aku menyerah, kuterima tugas itu walaupun dengan berat hati.

Hatiku galau. Gundah gulana. Waktu yang diberikan untuk persiapan mengikuti kompetisi itu hanya beberapa hari. Padahal aku sudah sekitar 2 tahun tidak menari dan tidak tahu akan menampilkan tarian apa. Aku mencari kaset tari yang sudah lama hanya nongkrong di rak kaset. Tari Jaipong! Yup, aku memilih tarian itu. Itu salah satu tarian favoritku. Namun, kendala muncul lagi. Aku lupa gerakan-gerakannya! Maklum saja, tarian itu terakhir aku bawakan sewaktu masih SMA. Hari pertama latihan, aku ingat sekitar 20% gerakannya. Bagus! Hari kedua, meningkat jadi 40%. Sip! Hari berikutnya jadi sekitar 70%. Lalu hari berikutnya? Aku mengulang dan mengulang, berlatih dan berlatih, tetapi tidak bisa mengingat lebih jauh lagi. Jika akan mengganti dengan tarian lain, aku semakin tidak ingat. Aku frustasi. Aku menangis. Waktu terus berjalan dan persiapanku sangat tidak matang.

Tuhan tiba-tiba menyapaku. Ketika aku berdoa, Dia menghiburku. Dalam sabdaNya, Tuhan mengatakan bahwa aku tidak boleh bergantung dan bermegah pada kekuatan manusia tetapi di dalam kelemahanku Tuhan akan menunjukkan kekuatanNya (maaf, aku lupa dari kitab atau Injil yang mana). Sejak saat itu aku mulai sadar bahwa aku tidak boleh mengandalkan kekuatanku, aku harus bergantung pada Tuhan. Sebelum dan sesudah latihan aku selalu berdoa. Bahkan aku berdoa Novena Tiga Salam Maria untuk intensiku ini. Aku yang semula lupa beberapa gerakan tari Jaipong tersebut, mendapat anugerah ide yang sedikit “nakal” yaitu membuat koreografi sendiri untuk bagian yang sama sekali tidak aku ingat. Hasilnya adalah sebuah tari dengan gerakan lengkap! (dan aku pun berdoa semoga para juri tidak terlalu teliti pada detail tarian ini hehe ...)

Satu masalah terselesaikan. Aku sangat bersemangat. Aku sudah siap dengan tarianku. Namun, masalah lainnya muncul. Satu hari sebelum kompetisi aku belum mendapatkan salon untuk merias diri dan kostum yang akan aku pakai. Aku pun terus mendoakannya dan Tuhan membuka jalan. Bersama seorang teman (yang kelak akan menjadi kompetitorku) aku bisa menyewa kostum di Pura Mangkunegaran dan mendapatkan salon terdekat untuk rias. Akhirnya tiba hari kompetisi itu. Aku sangat gugup. Sebelum acara dimulai aku menyempatkan sedikit waktu untuk berdoa di sebuah sudut tangga yang sepi tak jauh dari panggung. Aku tidak minta kemenangan, tetapi kuserahkan semuanya pada kehendak Tuhan.

Malam itu aku menari dengan lancar. Semua kontestan pun tampil dengan bagus. Namun, sungguh tak disangka saat dewan juri mengumumkan bahwa aku menjadi penyaji terbaik 1 (juara 1) dalam kompetisi itu. Aku sangat tidak percaya dan terharu. Tiada hentinya aku mengucap syukur kepada Tuhan atas anugerahNya yang begitu indah. Salah satu kompetitorku (yang menyewa kostum di Pura Mangkunegaran bersamaku) adalah penari Pura Mangkunegaran dan tariannya sangat bagus. Aku pikir dia yang akan menang. Tetapi, aku keliru. Tuhan memilihku dan memberikan padanya posisi kedua.




Aku dan keluargaku sangat bahagia dengan peristiwa ini. Rasanya seperti gerimis yang jatuh di tengah gurun. Tak selang berapa lama aku mendapat anugerah lagi, yaitu dua buah beasiswa korban gempa di mana salah satunya menggratiskan biaya SPP kepadaku selama satu tahun. Sungguh, Tuhan luar biasa! Aku mengucap syukur atas semua ini. Dia memberi penghiburan yang begitu berlimpah di tengah kesedihan kami. Anugerah-anugerahNya laksana bianglala yang menghiasi langit senja.


------ di dalam kelemahanku Tuhan akan menunjukkan kekuatanNya -----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar