Jumat, 31 Mei 2013

BIANGLALA PASCA GEMPA



Salam sejahtera ...

Masih ingat tulisanku sebelumnya? Tulisanku kali ini ada kaitannya dengan tulisan sebelumnya. Setelah gempa 27 Mei 2006, keluarga kakekku tinggal sementara di rumahku karena rumah yang mereka tempati roboh. Trauma masih menghantui walaupun kami merasa sangat bersyukur atas mujizat Tuhan saat gempa terjadi. Belum habis rasa cemas kami akan bencana itu, Tuhan memanggil kakek ke pangkuanNya dua minggu setelah gempa. Kami sekeluarga sedih, tetapi kami tahu bahwa Dia pasti punya rencana indah di balik semua ini. Tuhan mengasihi kakek. Sekitar 3 bulan lamanya kakek menderita stroke karena kecelakaan dan tidak bisa menggerakkan seluruh anggota tubuhnya, kecuali satu tangannya. Tuhan tidak membiarkan kakek berlama-lama menderita dalam penyakitnya dan memberikan yang terbaik di sisiNya. Selain itu, Tuhan tidak mengambil kakek saat gempa terjadi sehingga bisa disemayamkan dalam suasana yang lebih kondusif.

Perasaaan sedih karena kehilangan kakek dan rumah beliau yang roboh akibat gempa sedikit banyak masih mengisi hati kami sekeluarga. Sekitar dua minggu kemudian tiba-tiba aku dihubungi oleh Bapak Pembantu Dekan (PD) 3 dari fakultasku. Aku kaget. Ada apakah gerangan? Seingatku aku tidak pernah membuat masalah apapun di kampus. Ternyata beliau menugaskan aku untuk menjadi wakil fakultas MIPA dalam kompetisi tari tingkat universitas. Aku menolaknya dengan halus dan berusaha mencari alasan karena aku merasa tidak percaya diri. Sudah lama aku tidak aktif menari sehingga otot-ototku agak kaku. Selain itu, 3 tahun sebelumnya aku pernah ikut kompetisi yang sama dan aku kalah. Namun, Bapak PD3 tidak mau dengar alasanku. Beliau tetap memaksaku untuk mengikuti kompetisi itu. Akhirnya aku menyerah, kuterima tugas itu walaupun dengan berat hati.

Hatiku galau. Gundah gulana. Waktu yang diberikan untuk persiapan mengikuti kompetisi itu hanya beberapa hari. Padahal aku sudah sekitar 2 tahun tidak menari dan tidak tahu akan menampilkan tarian apa. Aku mencari kaset tari yang sudah lama hanya nongkrong di rak kaset. Tari Jaipong! Yup, aku memilih tarian itu. Itu salah satu tarian favoritku. Namun, kendala muncul lagi. Aku lupa gerakan-gerakannya! Maklum saja, tarian itu terakhir aku bawakan sewaktu masih SMA. Hari pertama latihan, aku ingat sekitar 20% gerakannya. Bagus! Hari kedua, meningkat jadi 40%. Sip! Hari berikutnya jadi sekitar 70%. Lalu hari berikutnya? Aku mengulang dan mengulang, berlatih dan berlatih, tetapi tidak bisa mengingat lebih jauh lagi. Jika akan mengganti dengan tarian lain, aku semakin tidak ingat. Aku frustasi. Aku menangis. Waktu terus berjalan dan persiapanku sangat tidak matang.

Tuhan tiba-tiba menyapaku. Ketika aku berdoa, Dia menghiburku. Dalam sabdaNya, Tuhan mengatakan bahwa aku tidak boleh bergantung dan bermegah pada kekuatan manusia tetapi di dalam kelemahanku Tuhan akan menunjukkan kekuatanNya (maaf, aku lupa dari kitab atau Injil yang mana). Sejak saat itu aku mulai sadar bahwa aku tidak boleh mengandalkan kekuatanku, aku harus bergantung pada Tuhan. Sebelum dan sesudah latihan aku selalu berdoa. Bahkan aku berdoa Novena Tiga Salam Maria untuk intensiku ini. Aku yang semula lupa beberapa gerakan tari Jaipong tersebut, mendapat anugerah ide yang sedikit “nakal” yaitu membuat koreografi sendiri untuk bagian yang sama sekali tidak aku ingat. Hasilnya adalah sebuah tari dengan gerakan lengkap! (dan aku pun berdoa semoga para juri tidak terlalu teliti pada detail tarian ini hehe ...)

Satu masalah terselesaikan. Aku sangat bersemangat. Aku sudah siap dengan tarianku. Namun, masalah lainnya muncul. Satu hari sebelum kompetisi aku belum mendapatkan salon untuk merias diri dan kostum yang akan aku pakai. Aku pun terus mendoakannya dan Tuhan membuka jalan. Bersama seorang teman (yang kelak akan menjadi kompetitorku) aku bisa menyewa kostum di Pura Mangkunegaran dan mendapatkan salon terdekat untuk rias. Akhirnya tiba hari kompetisi itu. Aku sangat gugup. Sebelum acara dimulai aku menyempatkan sedikit waktu untuk berdoa di sebuah sudut tangga yang sepi tak jauh dari panggung. Aku tidak minta kemenangan, tetapi kuserahkan semuanya pada kehendak Tuhan.

Malam itu aku menari dengan lancar. Semua kontestan pun tampil dengan bagus. Namun, sungguh tak disangka saat dewan juri mengumumkan bahwa aku menjadi penyaji terbaik 1 (juara 1) dalam kompetisi itu. Aku sangat tidak percaya dan terharu. Tiada hentinya aku mengucap syukur kepada Tuhan atas anugerahNya yang begitu indah. Salah satu kompetitorku (yang menyewa kostum di Pura Mangkunegaran bersamaku) adalah penari Pura Mangkunegaran dan tariannya sangat bagus. Aku pikir dia yang akan menang. Tetapi, aku keliru. Tuhan memilihku dan memberikan padanya posisi kedua.




Aku dan keluargaku sangat bahagia dengan peristiwa ini. Rasanya seperti gerimis yang jatuh di tengah gurun. Tak selang berapa lama aku mendapat anugerah lagi, yaitu dua buah beasiswa korban gempa di mana salah satunya menggratiskan biaya SPP kepadaku selama satu tahun. Sungguh, Tuhan luar biasa! Aku mengucap syukur atas semua ini. Dia memberi penghiburan yang begitu berlimpah di tengah kesedihan kami. Anugerah-anugerahNya laksana bianglala yang menghiasi langit senja.


------ di dalam kelemahanku Tuhan akan menunjukkan kekuatanNya -----

Selasa, 28 Mei 2013

TUHAN MENYELAMATKAN KELUARGAKU


          Gempa berkekuatan 5,9 skala Ritcher mengguncang bumi Jogja tujuh tahun silam, tepatnya hari Sabtu, 27 Mei 2006. Saat gempa mengguncang aku dan keluargaku pun merasakan getarannya yang sangat menakutkan karena kami tinggal tak begitu jauh dari pusat Kota Gudeg itu. Waktu itu sekitar pukul 6 pagi. Aku baru saja membuka mataku dan belum sempat doa pagi. Kami sekeluarga berlari berhamburan keluar rumah. Suasana di kampungku sangat kacau. Aku mendengar para tetangga berteriak histeris karena rumah mereka roboh. Aku juga melihat ada beberapa tetangga yang tertimbun reruntuhan rumah, bahkan ada yang meninggal. Gempa susulan berkekuatan kecil terus mengguncang dan kami sangat ketakutan.



          Dalam suasana yang mencekam dan memilukan itu, tiba-tiba jalan raya menjadi sangat penuh. Ada banyak pengungsi dari arah Jogja menuju ke timur dan mereka berteriak, ”Ada tsunami! Ada tsunami! Ayo ngungsi!” Semua orang di kampungku menjadi semakin panik. Banyak orang yang segera berkemas dan menumpang mobil-mobil yang lewat. Keluargaku pun tak ketinggalan. Kami segera mengambil sepeda motor dan bergegas menuju rumah nenek di Klaten. Sebenarnya aku ingin membawa serta anjing piaraanku, tapi bapak melarangnya. Jadi, kutinggalkan saja dia di dalam rumah. Semoga saja dia tidak mati, harapku.

Ibu membonceng bapak. Sedangkan aku membonceng adikku yang belum terlalu lancar naik sepeda motor karena waktu itu dia masih duduk di bangku SMP. Namun, aku percaya semua akan baik-baik saja. Sepanjang perjalanan aku terus berdoa dan mulutku tak henti-hentinya menyanyikan lagu-lagu pujian. Miris hatiku ketika melihat pemandangan kala itu. Rumah-rumah yang tinggal puing-puing dan korban luka-luka kutemui hampir di setiap sudut jalan yang kami lalui.

Akhirnya kami sampai juga di kediaman nenek di Klaten. Di sana kondisi lebih tenang, tidak sekacau di lingkungan sekitar tempat tinggalku. Namun, begitu sampai di sana kedua orang tuaku teringat pada kakek dan nenek (orang tua ibu) yang tinggal hanya 500 m dari rumah kami. Astaga! Kenapa kami bisa melupakan mereka? Bagaimana nasib mereka? Bapak dan ibu lalu memutuskan untuk kembali ke daerah kami, sementara kami dititipkan kepada nenek di Klaten. Selang beberapa jam kemudian mereka mengabari lewat telepon bahwa kondisi di daerahku sudah tenang dan aman. Lalu aku dan adikku memberanikan diri untuk pulang.

Di rumahku yang hanya rusak ringan dan masih utuh berdiri (puji Tuhan!), semua keluarga dari garis ibu sudah berkumpul. Bapak, ibu, kakek, nenek, kedua om, tante, sepupu-sepupu, pramurukti kakek, bahkan anjingku selamat. Aku sangat lega, bersyukur, dan terharu karena Tuhan melindungi kami semua. Ajaibnya, tak ada satu goresan luka pun di tubuh kami!

Peristiwa yang tak pernah bisa kulupakan adalah mujizat yang Dia lakukan. Saat gempa terjadi semua orang yang tinggal di rumah kakek sedang berada di luar rumah, kecuali kakek dan pramurukti yang bekerja pada keluarga kami. Kakek yang menderita stroke terbaring di kamarnya dan pramurukti berdiri di samping kakek. Dinding kamar kakek runtuh. Namun, dinding itu runtuh ke arah yang berlawanan dari tempat tidur kakek sehingga kakek dan pramurukti tidak terluka. Aku salut pada pramurukti itu karena dia tetap berada di samping kakek dalam kondisi bahaya sekalipun. Dia tidak lari menyelamatkan diri dan meninggalkan kakek. Dan terlebih lagi aku mengucap syukur kepada Tuhan karena mujizat yang Dia lakukan. Rumah kakek memang tinggal puing-puing, tetapi Tuhan menyelamatkan keluarga kami. Terima kasih, Tuhan ...

APA ALASANKU UNTUK TIDAK BERSYUKUR?



Ketika aku bangun di pagi hari
Terlintas di kepalaku mereka yang tiba-tiba mati
Ketika aku memandang indahnya dunia
Terlintas di kepalaku mereka yang buta
Ketika aku menghirup udara dengan ringan
Terlintas di kepalaku mereka yang terbaring dengan alat bantu pernafasan
Ketika aku bisa berbicara dengan mulutku
Terlintas di kepalaku mereka yang bisu
Ketika aku mendengar kicauan burung-burung nan merdu
Terlintas di kepalaku mereka yang tuna rungu
Ketika aku bisa menari dengan anggota tubuh
Terlintas di kepalaku mereka yang terkulai karena lumpuh
Ketika aku merasakan cinta ayah ibu
Terlintas di kepalaku anak-anak yatim piatu
Ketika aku leluasa tinggal di rumah nan nyaman
Terlintas di kepalaku mereka yang tidur di tepi kios beralas koran
Ketika aku kenyang dengan berbagai jenis makanan
Terlintas di kepalaku mereka yang kelaparan
Ketika aku bisa sesuka hati bergonta-ganti pakaian
Terlintas di kepalaku mereka yang compang-camping di jalanan
Ketika aku bisa menyelesaikan pendidikan
Terlintas di kepalaku mereka yang putus sekolah karena keterbatasan
Ketika aku bisa leluasa bepergian
Terlintas di kepalaku mereka yang menjadi tawanan
Ketika aku bisa merasakan hidup dengan tenang
Terlintas di kepalaku mereka yang sedang diguncang perang

Kupandangi diri di muka kaca ...
Ternyata hidupku sangat istimewa
Curahan berkat Tuhan sungguh tak terukur
Lalu, apa alasanku untuk tidak bersyukur?



@Istana imajinasi, 25 Mei 2013 07.00 WIB



Kamis, 23 Mei 2013

DOA-DOA SEDERHANA YANG TERJAWAB SECARA TAK TERDUGA


Selamat malam ... Berkah Dalem Gusti ...

Sebenarnya untuk pengantar tulisan ini, aku ingin membahas tentang Ekaristi. Namun, aku bukan seorang rohaniwati atau katekis. Aku juga tak pernah belajar mendalami ilmu Teologi secara khusus. Aku sudah mencoba menyusun kalimat, tapi rasanya kurang mantap dan mendalam. Jadi, daripada banyak kesalahan lebih baik tidak kutuliskan saja. Di sini aku hanya akan berbagi beberapa pengalaman pribadi saat mengikuti Ekaristi.


(c) Shutterstock.com


PENGALAMAN 1 :
Sore itu hujan turun dengan sangat deras mengiringi perjalananku menuju gereja untuk mengikuti Misa Jumat Pertama. Sesampainya di gereja pun hujan masih belum berhenti. Karena sebagian pakaianku basah aku merasa kedinginan.

Seperti biasanya, bangku-bangku masih banyak yang kosong karena umat yang mengikuti Misa Jumat Pertama tidak sebanyak Misa Mingguan. Aku celingak-celinguk memilih tempat duduk dan akhirnya aku memutuskan untuk duduk di sebuah bangku kosong di bagian tengah gereja. Di bangku sepanjang sekitar 2,5 meter itu aku duduk seorang diri.

Misa pun dimulai. Di luar hujan masih terus mengguyur. Udara semakin rendah suhunya. Hal yang kukhawatirkan pun terjadi. Alergi dinginku kambuh! Haduuhh... lagi-lagi aku harus mengikuti misa dengan hidung tersumbat, bersin-bersin, dan pilek. Sungguh kondisi yang sangat tidak kondusif. Aku merasa sangat tidak nyaman. Akibatnya, aku tidak berkonsentrasi mengikuti misa.

Sambil sayup-sayup mendengar suara romo yang memimpin misa, aku memutuskan untuk berdoa dalam hati, “Tuhan, aku kedinginan. Tolong berikan kehangatan dan sembuhkan alergi dinginku”. Beberapa detik kemudian tiba-tiba ada serombongan umat datang terlambat. Mungkin sekitar 4 – 5 orang. Mereka datang tergopoh-gopoh lalu duduk di sampingku sehingga bangku itu menjadi penuh. Tiba-tiba aku merasakan suhu di sekitarku menjadi hangat karena suhu tubuh beberapa orang tersebut. Yang membahagiakan adalah seiring dengan kenaikan suhu di sekitarku alergiku perlahan mulai sembuh. Dan benar, tak lama setelah kejadian itu alergiku sembuh. Aku bisa bernapas lega, tidak pilek lagi, dan bisa mengikuti misa dengan khidmat sampai selesai. ^_^

Terima kasih, Tuhan ... jawaban doa yang Kau berikan sungguh tak terduga ...


PENGALAMAN 2 :
Pada musim hujan hampir setiap sore hujan deras mengguyur daerah tempat tinggalku. Hal tersebut juga terjadi pada sore saat Misa Jumat Pertama akan diadakan. Singkat cerita, lagi-lagi aku kehujanan saat berangkat ke gereja dan hujan terus mengguyur saat misa berlangsung.

Kisah berikutnya pun hampir sama. Aku duduk di bangku kosong sendirian. Cerobohnya, aku duduk tepat di bawah kipas angin yang dihidupkan. Pada saat misa dimulai aku merasa baik-baik saja. Dalam hati aku berharap alergiku tidak kambuh. Namun, ternyata harapanku meleset. Semakin lama duduk di situ aku semakin kedinginan dan gejala alergiku mulai muncul. Aku berniat untuk pindah tempat duduk, tapi aku urungkan niatku karena sungkan. Ingin mematikan kipas angin sungkan juga karena tombol pengontrolnya jauh dari tempat dudukku. Lalu aku menjalankan strategi ampuhku : berdoa. Dalam hati aku mulai berdoa, “Tuhan, sembuhkanlah alergi dinginku”. Aku berharap jawaban doa ajaib seperti yang terjadi dalam misa sebelumnya kembali terjadi.

Aku menunggu reaksi Tuhan. Satu menit. Belum ada reaksi. Aku masih pilek. Tidak ada orang yang datang untuk duduk di sampingku. Dua menit. Belum ada reaksi. Justru aku semakin pilek. Tiga menit ... empat menit ... lima menit ... sampai belasan menit. Tetap tidak ada reaksi. Aku semakin tersiksa dengan kondisiku. Aduh Tuhan, kenapa Kau tidak menjawab doaku? Lalu kuulangi lagi doaku,“Tuhan, sembuhkanlah alergi dinginku”.

Tibalah saat untuk menerima Komuni. Aku maju menyambut hosti lalu kembali ke tempat dudukku dan berdoa sebentar. Kemudian saat kubuka mataku aku melihat seorang umat yang duduk di bangku yang jauh dari bangkuku, berdiri dan berjalan ke arah tombol pengontrol kipas angin. Orang itu memutarnya dan ... tadaaa! Kipas angin yang berada di langit-langit tepat di atas tempat dudukku berhenti berputar. Udara terasa semakin hangat. Alergiku pun sembuh. v(^.^)
Aku tidak mengenal orang itu dan aku tidak berbicara padanya. Mungkin Tuhan yang menggerakkanya untuk mematikan kipas angin itu.

Terima kasih, Tuhan ... jawaban doa yang Kau berikan sungguh tak terduga ...


PENGALAMAN 3 :
Aku mengidap penyakit maag kronis sejak beberapa tahun yang lalu. Apabila kambuh, aku sering merasakan perih di lambungku, sakit seperti ditusuk-tusuk, nyeri di dada kiri, bahkan sampai sesak napas. Aku sudah menjalani berbagai pengobatan di beberapa tempat, mulai dari praktek dokter umum, rumah sakit, praktek dokter spesialis, sampai pengobatan alternatif. Namun, maag-ku masih sering kambuh. Pengobatan terakhir aku jalani Oktober 2012 lalu. Saat itu aku berobat di sebuah tempat pengobatan alternatif yang berbeda dari tempat pengobatan alternatif sebelumnya. Setelah 80 hari mengkonsumsi 1440 pil herbal pahit dan menghindari 23 jenis makanan dan minuman aku merasa jauh lebih baik.

Pada minggu-minggu pertama setelah sembuh, aku merasa sangat nyaman. Aku sangat disiplin menjalankan diet dan maag-ku tidak pernah kambuh lagi setelah itu. Namun, aku adalah manusia biasa. Ketika perutku benar-benar nyaman aku mulai tergoda untuk sedikit tidak disiplin terhadap dietku. Dan yang mula-mula sedikit ini lama-lama jadi kebiasaan. Aku tidak disiplin lagi. Alhasil, maag-ku kambuh lagi.

Biasanya apabila kambuh rasa sakit ada di perut sebelah kiri karena lambung letaknya di sebelah kiri. Anehnya, saat itu rasa sakit seperti tertusuk-tusuk berada di sebelah kanan. Aku berpikir jangan-jangan ususku kena radang. Aku tidak suka minum obat. Jadi, aku biarkan saja rasa sakitku itu. Bandel ya? Selama dua hari rasa sakit itu muncul dan menghilang. Aku jadi semakin cemas.

Hari itu Sabtu sore. Aku mengikuti Misa Mingguan di gereja. Rasa sakit di perutku terus muncul dan menghilang. Aku harus berdoa, pikirku. Sebelum menerima Komuni, aku berdoa, “Tuhan, sembuhkanlah sakit perutku”. Aku terus mengulangi doa ini berkali-kali. Hatiku benar-benar kumantapkan bahwa setelah menerima hosti aku akan sembuh. Kuyakinkan diriku sendiri bahwa Yesus adalah dokter di atas segala dokter dan hosti yang adalah tubuhNya adalah obat yang menyembuhkan. Sambil berjalan menyambut hosti aku terus mendaraskan doaku.

Setelah menerima hosti aku hanya terdiam. Entah mengapa aku tidak bisa mengucapkan doa apapun. Kunikmati saja hosti yang berjalan menyusuri saluran cernaku. Hangat dan damai. Tiba-tiba kurasakan ada perubahan dalam tubuhku. Rasa sakit di perutku hilang! Ya, sakit perutku sembuh. Aku sangat mengucap syukur karenanya. Tuhan benar-benar dokter yang paling ajaib. Sejak itu aku berusaha untuk tidak mengulangi kecerobohanku lagi, berhati-hati memilih makanan dan minuman.

Terima kasih, Tuhan ... jawaban doa yang Kau berikan sungguh tak terduga ...


Nah, itulah beberapa pengalaman pribadiku tentang doa-doa yang langsung dijawab Tuhan saat Ekaristi berlangsung. Tuhan selalu menyertai kita dan tidak pernah mengabaikan doa-doa kita. GBU :)

Sabtu, 04 Mei 2013

ROMA 12:12


Ketika langitmu tampak gelap

dan doamu seolah tak terjawab

Teruslah berharap

Berdoalah tetap

Maju!

Melangkah!

Walau terengah-engah




@Istana imajinasi 300812

Kamis, 02 Mei 2013

Yohanes 14:1




Jika ada Kau,
kenapa harus gelisah?
Tak perlu resah itu
Tak usah gundah hatiku

            Serakan batubatu
tak perlu merajamku
Simpangan jalan
tak perlu kucemaskan

                       PERCAYA!
                       itu saja.



@Istana imajinasi, 21 April 2008

Rabu, 01 Mei 2013

"Sebab Roh yang ada di dalam kamu lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia" (1 Yoh 4:4b)

Selamat malam ....
Seperti janjiku pada tulisan sebelumnya, saat ini akan kuceritakan kisah-kisah mistik yang pernah aku alami sewaktu aku tinggal di kos beberapa tahun yang lalu. Pada tulisan terdahulu aku sudah menyebutkan bahwa kosku adalah bekas kuburan Cina dan masih ada nisan di samping dinding salah satu kamar mandi. Di hari-hari pertama tinggal di sana semua terasa baik-baik saja, walaupun ada rasa sedikit merinding saat berada di sekitar atau di dalam kamar mandi.

Setelah beberapa bulan tinggal di sana aku mulai mengalami kejadian-kejadian yang bikin merinding. Suatu malam kira-kira pukul 02.00 dini hari, aku dan seorang teman hendak pergi ke kamar mandi. Karena pada waktu itu baru ada satu kamar mandi, kami bergantian untuk masuk ke sana. Aku mempersilakan temanku untuk masuk lebih dulu. Lalu aku menunggu di sebuah kursi yang letaknya tepat di depan pintu masuk kos. Belum ada satu menit aku duduk di sana, terdengar suara "srek-srek" - seperti sandal yang diseret-seret - dari arah utara kos mendekat menuju pintu. Tiba-tiba terdengar suara perempuan dengan nada sangat tinggi memanggilku di balik pintu masuk tersebut, "Mbakeeeee...." Aku pun seketika lari menuju arah kamar mandi, sementara temanku baru keluar dari kamar mandi. Kami bertubrukan dan berpelukan sambil menggigil ketakutan. Dia juga mendengarnya. Jelas itu bukan suara manusia. Kami lalu mengucap doa dan mencoba menenangkan diri.

Setelah kejadian itu ada-ada saja hal aneh yang aku alami. Suatu malam saat sedang mengerjakan laporan praktikum aku dan temanku tiba-tiba mendengar suara perempuan dan laki-laki yang sedang berbincang-bincang di langit-langit kamarku, lalu berubah menjadi suara orang tertawa terbahak-bahak, padahal tidak ada orang lain selain aku dan temanku. Lagipula nadanya tinggi, tidak seperti suara orang biasa. Kemudian hampir setiap tengah malam aku mendengar suara kaki menuruni tangga yang terletak di samping kamarku. Saat berada di sekitar kamar mandi pun aku sering mendengar suara bisikan memanggil namaku.

Ada lagi kejadian yang tidak bisa kulupakan, yaitu saat aku dan teman-teman kosku berkumpul dan bercanda di kamar salah seorang teman. Saat itu aku mengenakan kalung emas dengan liontin salib yang terberkati. Liontin itu pernah beberapa kali hilang, tetapi selalu ditemukan kembali. Aku dan teman-temanku tertawa dan berfoto narsis bersama. Dalam foto itu tampak aku masih mengenakan kalung dan liontinnya. Beberapa menit kemudian aku tersadar bahwa yang melingkar di leherku hanya kalung, tetapi liontinnya tidak ada. Kami pun sibuk membongkar kamar teman tersebut, tetapi liontinku tidak ditemukan. Bahkan kami mencarinya di setiap sudut ruangan yang ada di kos itu, tetapi tidak ditemukan. Dengan sedih aku berangkat tidur malam itu. Dalam doa tidurku aku pun meminta Tuhan menunjukkan di mana liontin itu berada. Keesokan paginya, aku terbangun sekitar pukul 04.30. Karena masih mengantuk aku beranjak dari tempat tidur dan meraih alarm-ku, hendak meng-off-kannya. Tiba-tiba sebuah benda jatuh dari langit-langit kamarku. Benda itu tampak sedikit bersinar di kamarku yang gelap. Lalu kunyalakan lampu kamarku dan .... astaga! Ternyata itu liontin salibku! Aku senang sekali. Tetapi, kenapa jatuh dari langit-langit kamarku ya? Bukannya saat hilang aku sedang berada di kamar temanku?

Pengalaman-pengalaman aneh itu seringkali aku alami di kos. Selain aku, teman-teman kos yang lain juga pernah mengalaminya. Hal ini membuat sebagian besar penghuni kos tidak berani bermalam sendirian di kos. Mereka memilih mengungsi ke kos lain daripada harus tidur sendirian di kos yang angker. Hanya ada dua-tiga orang yang berani tidur di kos sendirian dan aku termasuk di dalamnya. Apapun yang terjadi aku merasa lebih nyaman tidur di kos sendiri daripada menumpang di kos teman.

Kejadian-kejadian aneh itu mulai jarang aku alami sejak aku rutin melakukan saat teduh (Seorang teman kuliah mengajariku apa dan bagaimana melakukan saat teduh dan berdoa yang baik. Dia pun mengajakku mengikuti pendalaman kitab suci. Aku sangat berterima kasih kepadanya). Firman Tuhan yang begitu nyata "Sebab Roh yang ada di dalam kamu lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia" (1 Yoh 4:4b) terus bergema di dalam hatiku. Namun, tidak serta-merta aku terbebas dari dunia kegelapan. Aku sudah menceritakannya pada tulisan-tulisanku yang terdahulu. Saat berdoa aku sering diganggu. Tanganku sering ditarik-tarik oleh "kekuatan" yang tak terlihat. Namun, "kekuatan" itu hilang saat aku terus berdoa. Pernah juga saat melakukan meditasi, tiba-tiba punggungku terasa berat dan semakin berat seolah-olah ada orang yang hendak menunggangi dan ada "energi" yang seperti hendak masuk ke tengkukku. Lalu aku mendaraskan Bapa Kami dan Salam Maria berulang kali. Akhirnya tubuhku terasa ringan kembali.

Memang percaya tak percaya kehidupan "lain" itu ada dan berdampingan dengan kehidupan kita. Semoga kisah-kisahku ini menginspirasi. Aku hanya ingin berbagi bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkanmu. Tuhan selalu ada di sampingmu. Dia sangat mengasihimu. Bahkan Dia memberikan RohNya yang kudus kepadamu. Roh itu diam di dalam diri kita dan lebih besar daripada roh yang ada di dunia. Jangan takut pada kuasa kegelapan karena kuasa Tuhan pasti selalu menang. Alleluya! ***