Saat itu aku sudah begitu jenuh dengan skripsiku. Berkali-kali aku jatuh bangun menyusun skripsi tapi semua selalu gagal di tengah jalan gara-gara dosen pembimbingku yang perfeksionis. Akhirnya aku nekad mengambil sebuah judul dan mempertahankan pendirianku tentang skripsi yang aku susun tersebut. Tak peduli dosenku berkata apa, aku tetap maju terus memperjuangkannya dan mencari alasan supaya pendapatku bisa diterima. Sambil terus berjuang aku berserah pada Tuhan. Setiap saat aku berdoa demi kelancaran skripsiku.
Saat seminar proposal penelitian aku bisa menjawab setiap pertanyaan yang diajukan para dosen dan mahasiswa yang hadir dengan baik. Aku berharap dan berdoa agar mendapat nilai A (4). Tetapi, ternyata dugaanku meleset. Aku “hanya” memperoleh nilai B (3). Aku menjadi kecewa dan bersungut-sungut pada Tuhan karena Dia tidak menjawab doaku. Seiring berjalannya waktu aku menepis kekecewaanku dan terus melangkah menuju penelitian. Aku pun semakin giat dalam doaku agar memperoleh nilai skripsi A.
Dalam proses penelitian aku kembali menemui kendala. Salah satu unsur vital dalam penelitianku, yaitu mengukur aktivitas suatu enzim, tidak bisa dilaksanakan. Sebelum penelitian aku sudah mengadakan survei dan memperoleh kepastian tentang sebuah laboratorium yang memiliki alat dan reagen pengukur aktivitas enzim tersebut. Namun, saat penelitian berjalan pihak laboratorium tersebut menyatakan tidak bisa membantuku karena mereka tidak memiliki reagen yang dibutuhkan. Aku pun berkeliling dari laboratorium satu ke laboratorium yang lain. Akan tetapi, hasilnya nol. Aku tidak menemukan satu laboratorium pun yang bisa membantuku.
Aku melaporkan hal ini pada dosen pembimbingku. Beliau menanggapi dengan perkataan enteng, “Kalau begitu hapus saja bagian yang membahas enzim itu dan sebagai konsekuensinya nilai skripsimu tidak bisa A.” Aduuuuuhhhh...cobaan apa lagi ini? Nilai seminarku tidak A, masa nilai skripsiku juga tidak bisa A? Aku sangat kecewa pada Tuhan. Lagi-lagi doaku tidak dijawab! Akan tetapi, keadaan itu tidak membuatku menyerah. Aku terus berusaha sampai akhirnya aku lulus dengan nilai skripsi B. Hatiku benar-benar tidak puas, tetapi mau bagaimana lagi. Mungkin ini sudah kehendak Tuhan.
Keajaiban terjadi saat yudisium tiba. Mataku terbelalak tidak percaya saat melihat KHS (Kartu Hasil Studi). Di sana tertulis IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) 3,xx. Tepat seperti yang kudoakan jauh-jauh hari sebelum aku menyusun skripsi! Saat itu mataku menjadi terbuka. Aku melihat berkat Tuhan yang luar biasa. Aku jadi tahu mengapa Tuhan “hanya” memberikanku nilai seminar B, mengapa Tuhan menggagalkan sebagian rencana penelitianku sehingga nilai skripsiku juga “hanya” B. Ternyata setelah semua nilai dari semester I sampai dengan semester terakhir, nilai seminar dan skripsi dijumlah, kemudian hasilnya dibagi jumlah seluruh SKS (Satuan Kredit Semester) yang kutempuh diperoleh angka 3,xx. Ternyata semua dilakukanNya untuk menjawab doaku yang meminta nilai 3,xx pada hasil akhir studi. Bahkan, bukan hanya itu. Tuhan memberiku bonus. Di antara 7 orang dari satu jurusan yang diwisuda pada hari yang sama, nilaiku menjadi yang tertinggi! Puji Tuhan! Sungguh Tuhan luar biasa! Caranya menjawab doaku sungguh tak terduga. Aku sangat bersyukur atas semuanya ini :)